10 November 2009

Tugas Kuliah: "Pernikahan Adat Medan Melayu"


Seru memang kalau kita membahas tentang adat istiadat daerah di Indonesia. Apalagi Indonesia kaya akan berbagai macam suku dan adat, mulai dari sabang hingga marauke. Berbicara adat istiadat, saya tertarik sekali dengan salah satu adat pernikahan di salah satu daerah di Barat pulau Indonesia, yaitu Sumatera Utara.

Ternyata, saya baru mengetahui, Sumatera Utara yang beribu kotakan Medan terbagi menjadi dua adat yang berbeda. Yang pertama Medan Melayu dan kedua, Medan Batak. Dilihat dari sisi miyoritas agamanya, Medan Melayu lebih identik dengan mayoritas agama Islam, sedangkan Medan Batak mayoritas beragama Kristen. Medan Melayu lebih berkulit putih, sementara Medan Batak lebih berkulit hitam sao mateng. Masing-masing mempunyai ada istiadat yang berbeda. Tapi, dalam tulisan ini saya lebih memfokuskan kepada adat istiadat Medan Melayu. Lebih spesifiknya saya akan membahas adat pernikahannya.

Satu hal yang membedakan dari Medan Batak, Medan Melayu secara tradisi pernikahannya lebih berkhas Melayu Islam. Dan dalam pernikahannya tidak ada tari-tarian, sedangkan Medan Batak ada tari-tariannya.

Seperti tulisan paragrap diatas, adat pernikahan Medan Melayu memiliki ciri khas yang sangat kental dengan budaya melayu. Oleh karena itu, dalam penikahannya, mempelai laki-laki menggunakan pakaian melayu. Yaitu pakaian dengan celana panjang, dan lipatan kain (sarung) seperti rok, dan baju dengan warna sepadan dengan kain/celananya, juga peci sebagai ciri khas Islam. Untuk mempelai perempuan menggunakan pakaian seperti kebaya dan rok, juga mengenakan kerudung sebagai ciri khas Islam. Sebagai tambahan bagi laki-laki dan perempuannya, pada saat resepsi memakai cat kuku warna kuning, dan wanitanya, tangannya digambarkan lukisan bungi dibagian kedua tangannya (menggunakan hena). Menurut mereka hal ini pantang untuk dilakukan.

Adat pernikahan ini dimulai dengan acara khitbah atau acara lamaran. Selama proses khitbah, untuk laki-laki harus menerima tawaran mahar oleh sang wanita. Jika tawaran maharnya tidak disanggupi oleh pihak laki-laki, maka pihak wanita berhak untuk menolak lamarannya. Tapi, setelah tawaran mahar diterima, proses khitbah ini siap untuk menuju akad nikah. Mempelai wanita/calon istri yang sudah dilamar, pantang atau tidak boleh bertemu dengan calon suami. Selama proses ini tidak boleh berlangsung lama, yaitu sekitar satu minggu atau paling lama satu bulan untuk mempersiapkan akad nikah. Biasanya hanya seminggu lamanya. Namun, ada juga yang hampir sebulan, sebagai persiapan untuk akad nikah sekaligus pesta walimahannya/resepsinya.

Untuk acara akad nikah, adat Medan Melayu sangat kental dengan Islam, yaitu memisahkan mempelai wanita dengan mempelai laki-laki atau tidak bersanding duduk bersama pada saat akadnya. Setelah akad nikah pun, pasangan suami istri ini tidak boleh satu rumah selama belum walimahan/acara resepsi. Tetapi, sekarang biasanya setelah akad nikah, walimahan langsung diselenggarakan. Baik di hari bersamaan ataupun keesokan harinya. Jika, keesokan harinya walimahannya berlangsung, pasangan suami istri juga tidak boleh satu rumah (malam pertama), harus terpisah untuk sementara. Baru, setelah walimahan, pasangan suami istri ini boleh satu rumah.

Dalam proses walimahan/resepsi pernikahan, adatnya pun memiliki ciri khas tersendiri, mulai dari awal hingga akhir acara. Di awal acara, ketika sang mempelai laki-laki/suami menginjak tanah rumah mempelai wanita/istri, dia berserta keluarganya harus melewati yang namanya adat “kunci pintu”. Kunci pintu atau biasanya disingkat dengan sebutan pintu, mempelai laki-laki harus berbalas pantun dengan bahasa melayu dan membawa sejumlah kantung mas (terbuat dari kain) yang berisi uang. Dan pantunnya harus memilki hubungan dengan kata-kata kunci dan atau pintu.

Untuk kantungnya berjumlah sama dengan jumlah kunci pintu. Jika kunci pintu berjumlah 6 atau 10, maka kantung yang dibawapun harus berjumlah yang sama. Kunci pintu ini adalah batas yang harus dilewati mempelai laki-laki/suami sebelum bertemu dengan mempelai wanita/sang istri. Dan harus berhasil melewatinya. Biasanya juga orang yang menjaga masing-masing kunci pintu adalah kerebat dari mempelai wanita. Adat ini bermakna bahwa mempelai laki-laki/suami harus berjuang untuk bertemu dengan istrinya dengan tangannya sendiri.

Ketika mempelai laki-laki ini sudah bisa melewati pintu terakhir, maka mempelai laki-laki bisa bertemu atau tatap muka langsung dengan mempelai perempuan. Adat selanjutnya, sang ibu dari pihak wanita langsung menyatukan mempelai laki-laki dan perempuan dengan kain dan “diseret” hingga ke tempat pelaminan. Hal ini dilakukan karena memiliki arti tersendiri. Menurut tradisi, ini melambangkan bahwa pihak wanita, khususnya ibu, sudah menerima pihak laki-laki dalam keluarga. Atau artinya, keluarga pihak wanita sudah menerima dan terbuka “welcome” bagi keluarga laki-laki menjadi besanan.

Acara selanjutnya, yaitu acara “rebut ayam dan bunga”. Untuk acara pertama “rebut ayam”, mempelai laki-laki dan wanita duduk di bawah untuk memperebutkan ayam yang sudah dimasukkan ke dalam nasi yang dibentuk sedemikian rupa hingga ayamnya tidak terlihat. Ayam yang dimasukkan adalah paha dan dada. Paha ayam memiliki arti giat mencari rezeki dan dada ayam artinya bersifat netral. Jadi, jika laki-laki mendapatkan paha ayam, mereka menganggap atau mempercayai pihak laki-laki giat mencari rezeki. Begitu juga sebaliknya, jika perempuan yang mendapatkannya, maka perempuan lebih giat mencari rezeki.

Kedua, acara “rebut bunga”. Bunganya terdiri dari dua warna yang di dalamnya berisi permen. Warnanya yaitu merah dan kuning. Merah berarti tegas sedangkan kuning berarti dalam keluarganya sering terjadi banyak masalah atau kerapuhan dalam keluarga.

Acara terakhir, yaitu “tepung tawar”. Tepung tawar ini, berisi bunga yang terdiri dari daun pandan, bunga melati dan mawar. Serta air jeruk purut untuk disiram bersamaan dengan bunga yang akan ditabur ke kedua mempelai. Ada juga air kapur yang kental, digunakan untuk dicolek ke tangan mempelai. Pada saat tepung tawar ini berlangsung, yang melakukannya harus diurutkan sesuai dengan urutan atas ke bawah keluarga. Misalnya dari kakek hingga cucu atau ayah ke anak, baik pihak keluarga laki-laki maupun perempuan. Ini melambangkan, pihak keluarga, baik laki-laki maupun perempuan, mendoakan agar sang pengantin hidup sejahtera dan bahagia.

Setelah acara di atas selesai para tamu undangan, di luar dari sanak saudara, baik dari pihak wanita maupun laki-laki, boleh melihat kedua mempelai. Tapi, selama acara di atas masih berlangsung, tamu undangan tidak boleh mengikuti acaranya. Karena acara ini dikhususkan hanya untuk pihak keluarga saja. Jadi, jika ingin melihat, maka harus melihat dari luar atau jendela rumah.





Ket:
Tulisan ini adalah hasil wawancara penulis dengan orang Medan Melayu asli.

5 komentar:

Unknown mengatakan...

artikel yang menarik,menambah wawasan tentang budaya di indonesia

Kartini mengatakan...

sama-sama ^^

Dadan mengatakan...

Informasinya berguna, makasih

Unknown mengatakan...

bagai mana kalau pria nya dari betawi melamar gadis medan melayu?

Unknown mengatakan...

bagai mana kalau pria nya dari betawi melamar gadis medan melayu?